Pembangunan kota hijau bukan semata bertujuan‘menghijaukan’ sebuah kota. Di balik itu, ada agenda yang lebih kompleks, yaitu menyangkut warga kota yang lebih sehat.
Berdasarkan Permendagri No.1 tahun 2007, perencanaan pembangunan dan pemanfaatan RTH kawasan perkotaan melibatkan para pelaku pembangunan. RTHKP publik tidak dapat dialihfungsikan, dan pemanfaatannya dapat dikerjasamakan dengan pihak ke tiga ataupun antar pemerintah daerah. Sedangkan RTH privat dikelola oleh perseorangan atau lembaga/badan hukum
sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.
Pengendalian RTHKP dilakukan melalui perizinan, pemantauan, pelaporan dan penertiban. Penataan RTHKP melibatkan peranserta masyarakat, swasta, lembaga/badan hukum dan/atau perseorangan. Peranserta masyarakat dimulai dari pembangunan visi dan misi, perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian, dapat dilakukan dalam proses pengambilan keputusan mengenai penataan RTHKP, kerjasama dalam pengelolaan, kontribusi dalam pemikiran, pembiayaan maupun tenaga fisik untuk pelaksanaan pekerjaan.
Kota Surabaya sebagai salah satu pemenang Indonesia Green Region Award (IGRA) 2011 (igraaward.com) dapat dijadikan contoh bagaimana lingkungan yang hijau dibentuk melalui kegiatan atau program berbasis komunitas/masyarakat. Selain meningkatkan sendiri luas RTH-nya melalui pembangunan/revitalisasi taman-taman kota, Pemerintah Kota Surabaya juga sadar bahwa peningkatan kualitas lingkungan akan lebih mudah apabila melibatkan peranserta masyarakat. Program-program seperti “Urban Farming”, “Surabaya Green and Clean”, “Surabaya Berwarna Bunga”, dan meningkatkan kembali implementasi 3R (Reuse, Reduce, Recycle) dalam pengelolaan sampah, dilakukan dalam rangka membentuk kota hijau yang sehat
0 komentar:
Posting Komentar